Selasa, 21 November 2017

FGD Penguatan Fungsi Kelembagaan Adat Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan Di Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi



Asisten III Pemerintah kabupaten wakatobi Drs. La Ode Saharumu, tengah sedang membuka FGD

Fokus Group Diskusi (FGD) tentang penguatan fungsi adat untuk mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Kecamatan Wangi-Wangi kabupaten Wakatobi yang dilaksanakan di Resort Wisata Wakatobi telah menghasilkan beberapa kemufakatan, terutama aspek kelembagaan adat kadhia Wanse. Dalam rumusan yang disepakati sementara menghasilkan beberapa hal, yaitu sara kadhia Wanse memiliki struktur yang inklud di dalamnya ada sara desa dan sara hukumu.
Dalam struktur sara kadhia Wanse ada miantu’u agama yang kemudian berfungsi sebagai (1) pembuatan legislasi aturan adat yang ada di wilayah kadhia Wanse, (2) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan hukum sara yang dikerjakan oleh sara hukumu dan sara nudesa (sara desa), (3) melakukan pendidikan kepada sara-sara ditingkat desa dan sara hukumu mengenai nilai-nilai dan tatacara hukum adat yang ada di dalam wilayah kadhia Wanse.
Dalam sesi diskusi yang dihadiri oleh sara kadhia Wanse, sara hukumu dan sara desa, serta seluruh kepala desa dan lurah di wilayah kadhia Wanse yang saat ini menjadi wilayah kecamatan Wangi-Wangi sempat memanas, tetapi masih dalam ruang tradisi gau. Dimana setiap orang berhak untuk mengemukakan seluruh pengetahuan yang dimilikinya sehubungan dengan permasalahan adat kadhia Wanse, sara hukumu dan sara desa. Namun setelah semua prespesitf dikemukakan, maka fikus diskusi diarahkan kepada tahapan kedua empat pintu tanah Buton yaitu pombala. Dalam tradisi Buton pombala merupakan proses pemilahan masalah untuk memecahkan akar masalah sara kadhia Wanse. Maka pada tahapan ini, masalah utama ditemukan, terutama masalah fungsi dan kewenangan kadhia Wanse serta fungsi koordinasinya dengan sara hukumu, dan sara desa (kapala kampo dan ketua RT).
Berdasarkan hasil pemecahan masalah, kemudian diskusi melangkah ke pintu tanah Buton yang ketiga, yaitu musyawarah. Pada tahapan musyarawah, hampir semua peserta diskusi setuju dengan pembagian fungsi adat kadhia Wanse dimana karena partisipasi publik dapat dikutsertakan dalam sistem sara kadhia Wanse. Baik sara hukumu maupun sara desa menjadi bagian dari sara kadhia Wanse. Struktur adat ini akan menguatkan kelembagaan adat kadhia Wanse sebagai pembina adat di dalam lingkup kadhia Wanse.
Setelah melalui muswarah mufakat, maka kelembagaan adat itu kemudian disepakati untuk kemudian susun strukturnya, serta fungsi dan peruntukannya dalam rangka pengelolaan nilai-nilai dan budaya masyarakat kadhia Wanse. Hasil mufakat ini kemudian dianggap memberikan solusi alternatif dari masalah sara yang ada di wilayah kadhia Wanse. Harapannya, setelah kelembagaan adat ini selesai dibenahi, maka diharapkan sara kadhia Wanse dapat berparan aktif dalam pembangunan berkelanjutan di wilayah kecamatan Wangi-Wangi kabupaten Wakatobi. Camat Wangi-Wangi La Ode Hadinari mengatakan “Saya selaku kepala wilayah merasa sangat puas, karena diskusi ini dapat memberikan solusi alternatif permasalah sara adat kadhia Wanse yang selama ini muncul di dalam masyarakat.
 Baca Juga: buku nilai-nilai kehidupan masyarakat Buton
Keluarga dalam Novel di Bawah-bayang Ode